Pages

Thursday, May 29, 2008

Guru dalam Tinta Emas (Part 1)

"Saya pernah denger di talkshow sebuah radio Jakarta, di daerah Cengkareng, ada seorang kepala sekolah
(yes, he is a headmaster of the school) yang harus merangkap kerja jadi pemulung karena harus biayain istrinya
yang sakit kanker, he doesn't have any choice, remembering that he must take care of his wife without distracting
his teaching time.

Sangat menyedihkan, dan ini bukan hanya satu karena masih banyak cerita-cerita miris tentang pengajar, yang sudah
bersedia merelakan hidup mereka demi masa depan calon pemimpin bangsa kita."

That's my recent comment for Adhitya Mulia's post. His topic is about anak asuh n guru asuh. Blog yang sangat menyentuh.
Disitu diceritain tentang anak-anak yang ngga bisa sekolah karena gak mampu bayar SPP, dan om Adithya Mulya mengajak kita
semua untuk rame-rame menyisihkan sedikit dana dan memberikan sebagian hati kita untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Tapi ada satu hal lagi yang lebih menyentuh saya. Anak asuh, sudah banyak yang ambil bagian menjadi orang tua asuh bagi
mereka.
Tapi kalau guru asuh? Itu baru cerita lain. Yes, he wrote about it too. Dan membaca hal ini, saya jadi teringat sama sebuah buku yang tersusun dengan rapi bersama deretan buku-buku lain di rak buku saya. Judulnya GURU DALAM TINTA EMAS - "Kisah Guru Istimewa".
Udah cukup lama mendekam di rak buku tanpa perhatian dari saya. 3 tahun mungkin. Yah, bahan bacaan bertambah, satu demi satu, menggeser perhatian saya, sehingga si "Tinta Emas' hanya menjadi penghias rak buku diantara karya literatur lain yang lebih eye-catching.

Buku tersebut berisi kumpulan artikel-artikel dari koran Kompas mulai tahun 1997-2004. And the amazing thing, semuanya cerita tentang guru-guru yang "luar biasa". Baca buku itu, gak mungkin air mata kamu gak menetes. Bagaimana tidak, bahwa di negara kita ini, yang mulai diserbu dengan sekolah-sekolah franchise dari luar negeri yang mulai menjamur, dengan sekolah-sekolah lokal bertaraf internasional, berprogram internasional, ternyata masih tak terhitung jumlahnya sekolah-sekolah yang sangat prihatin, terutama di daerah terbelakang, yang jauh dari ibukota provinsinya. Dan guru-guru di sekolah tersebut, memiliki ceritanya masing-masing yang sangat memilukan hati...


(Sambungan blog ini bisa dibaca di posting selanjutnya)

1 comment:

ninit said...

Jess, minta tolong dong. Bisa gak nyari informasi lebih jauh ttg guru ini? seperti alamatnya, sekolahnya, atau nomor kontaknya. mungkin bisa kontak ke radio yang kamu denger itu.

Tolong kabarin dan kontak ke email saya ya: adhitya_mulya@hotmail.com.

Sejauh ini usdah ada 12 orang yang berminat menjadi penyandang dana tapi kita masih nyari penerima dananya. Kalo kontak dari kepala sekolah ini bisa kita dapatkan, mungkin kita bisa salurkan ke dia.

mohon pertolongannya dan keep in touch ya.

Adhitya.