Pages

Monday, June 30, 2008

I know Who Holds Tomorrow


I don't know about tomorrow, I just live from day to day;
I don't borrow from it's sunshine,

For it's skies may turn to gray.
I don't worry o'er the future, For I know what Jesus said;
And today I'll walk beside Him, For He knows what lies ahead

Many things about tomorrow I don't seem to understand;
But I know who holds tomorrow, and I know who holds my hand

Ev'ry step is getting brighter
As the golden stairs I climb; ev'ry burden's getting lighter,
Ev'ry cloud is silver-lined.
There the sun is always shining,
There no tear will dim the eye; At the ending of the rainbow, Where the mountains touch the sky



Ira Stanphill, 1950



Terus terang lirik lagu ini jomplang abis sama yang tengah saya hadapin skarang. Kenapa... saya yang mengidap decidophobia (fear of making decision), dipaksa untuk memilih... which is the path of my future. Both of them are dark... Well, still dark. So I can't be sure which one is the best. Which one should I choose. Yet, the worst is that 80% of the people whom I asked, suggest the one that I hardly wanna do.

Yang mana kehendak Tuhan?
Prosedur sederhana, best well-known : Which one the most suggested you, that's God's will.
But.. Oh no... Oh God... I'm not sure I can do it... Aku ngga yakin aku sanggup, karena banyak yang harus aku tinggalin. Kalo emang prosedur diatas kejadian sama aku saat ini. Tapi bagaimana kalo ternyata prosedurnya beda? Bagaimana kalo kehendakNya justru sama dengan yang aku mau? Bukan seperti saran dari 80% orang-orang itu?

Aku pusing.....
God, just forgive me... Whatever my choice will be... Coz now I can only just hoping for the best...
I'm sorry for being such a stubborn daughter... Yet, don't ever leave me...
Coz I'm still in need of your guidance through my whole life... Amen.




Thursday, June 19, 2008

ini baru wanita...

I always have this kind of respect feeling to my friend's sister. Di saat sebagian besar cewe bangga, to be mentioned "tomboy, kelaki-lakian, cuek, dsb"... She stood up and say to the world, that she's proud to be a girl.

Sebenernya saya rada ngga ngerti juga. Sindrom apa sih yang melanda cewe-cewe jaman sekarang sampai-sampai banyak yang ogah dikatain feminim? Melangkahi kodrat menurut saya. Coba liat kaum laki-laki, mereka akan bersumpah serapah klo sampe ada yang menyebut mereka feminim, kecuali kasus-kasus tertentu.

N this sister, si kakak ini, disuatu event akhirnya ketauan kalo dia hampir gak pernah make t-shirt klo keluar rumah. Bayangin!! Ngga rapih katanya... Salut saya, dan emang bener. Berapa kali saya jalan sama si kakak, ngga pernah sekalipun dia make kaos or something boyish, n prefer to wear girls shirt, or something girly, but it just fit nicely to her...

Menurut saya, harga perempuan ngga akan lebih tinggi dari pria mau setinggi apa jabatannya, sebanyak apa hartanya, senurut apa pasangan sama dia. What makes a woman truly a woman is... Bertindak sesuai kodrat alaminya, yaitu sebagai pendamping pria. Aku rasa itulah perempuan sejati.


Ps : tentang "pendamping" ini maknanya seluas lapangan bola... Ntar kita bahas di tulisan selanjutnya"

Saturday, June 14, 2008

....!!!

"... Because sometimes, what heart know, head forget"
Mr.Miyagi, The Karate Kid

hapilly ever after.

Mereka berjalan beriringan....
Nampak seorang telah letih...
Letih mengarungi hidup, ketika seorang manusia telah kelebihan pengalaman....
Namun ketika tidak ada lagi rahasia di dalam hidup mereka, pasangannya seolah mengerti, dan mempererat genggamannya...

Tanda kesetiaan.. Tanda pengabdian selama-lamanya.... Genggaman yang mengisi ruang-ruang kosong didalam hati... Menyegarkan jiwa yang letih....

Dan mereka menikmati detik demi detik yang mereka jalani. Yang seorang memegangi tangan pasangannya, sambil sesekali membiarkan ia menjauh sejenak, memberikannya kesempatan melihat dunia luas, seluas yang dapat direngkuhnya...
Namun satu yang pasti, pandangan mata pasangannya tak pernah lepas.... Selalu mengawasi, selalu menjagai, dengan perasaan sayang yang tak lekang berpuluh tahun lamanya...

Jumat sore, saya mampir ke sebuah toko buku didaerah tempat tinggal saya. Suasana cukup rame. Mulai dari anak TK yang merengek minta dibelikan child education toy, yah tipikal mainan edukasi baru yang katanya bisa meningkatkan daya kreativitas anak sambil bermain; seorang anak usia Sekolah Dasar yang sedang bingung memilih komik apa yang akan dibelinya, dengan tangan yang sudah penuh tapi masih tetap saja kurang; seorang remaja perempuan yang asik memelototi majalah mode keluaran Amerika di counter majalah sambil sesekali mengetik ntah apalah di hape-nya; seorang ibu yang sedang membajak secara diam-diam dengan menghapalkan resep-resep masakan dari buku resep (untuk apa dibeli kalau bisa diingat?); seorang Eksekutif muda menekuni kitab-kitab saktinya mengenai dunia bisnis dan perdagangan....

Dan yah, pandangan saya kemudian tertuju (atau ditujukan?) pada seorang oma. Oma itu berpakaian khas seorang oma seperti biasanya. Ia menyandang sebuah tas kanvas, tangan kirinya memegang sebuah shopping bag, sementara tangan yang satunya lagi asik menjelajahi rak-rak buku di bagian novel terjemahan. Si oma tersebut, ya ampun... wajahnya kok teduh sekali yah... Dan hobinya itu... Bayangkan saja, sudah tidak ada lagi rambut hitamnya, berjalanpun sudah agak berjuang, tapi keinginan untuk membuka jendela pikirannya masih luas terpancar... Dengan serius ia menekuni rak satu persatu, sambil sesekali melihat buku yang menarik hatinya. I wonder, ketika seseorang telah berumur sedemikian lanjutnya, ketika dunia dan lingkungan yang ditinggalinya sekarang sudah jauh berbeda dengan dunia yang dikenalnya dahulu, masihkah ada sebuah kerinduan untuk mengetahui apa yang terjadi di luar sana? Ketika sudah waktunya anda dan saya duduk santai dirumah, tidak sanggup lagi mengerjakan pekerjaan rumah, setiap hari menanti anak-cucu datang berkunjung, apakah masih tersisa ruang rasa ingin-tahu, apakah imajinasi itu masih ada? Apakah rasa sentimentil masih terpelihara?

Oh, iya... Ketika saya melihat diri Oma tersebut... ternyata masih ada. Dan ketekunannya dalam mengisi hidupnya menjadi bukti nyata. Oma tersebut berjalan perlahan-lahan, sambil dengan giat menoleh ke kanan dan ke kiri, masih mengobservasi.

Belum habis rasa kagum saya, ketika entah kenapa perhatian saya tidak lagi tertuju pada objek tujuan utama saya; atas dasar itu saya datang ke toko buku tersebut, saya sedang mempertimbangkan untuk membeli salah satu dari tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata ; seorang Opa, yang sudah sepantaran Oma tersebut, datang mendekat, sambil bergegas mengambil-alih shopping bag yang sedari tadi berada di tangan kiri Oma. "Sudah ?" tanyanya. Si Oma, masih pandangannya ke rak buku-buku, persis seperti seorang anak yang berada di toko mainan, menjawab "Mmmm.... belum," Si Opa tersenyum, lalu menggandeng tangan Oma, dengan setia mendampingi. Oh,... sekarang saya total, gagal konsentrasi. dan sepertinya saya harus kembali lagi ke toko buku ini besok, karena saya ngga bisa berpikir lagi! hahaha...

Iya... pikiran Jessica lalu melayang...
Pertama akan kesetiaan dan janji sehidup semati yang bukan bohongan, yang sedang dihidupi oleh pasangan tua yang berbahagia ini (mereka nggak ubahnya seperti pengantin baru), tentang sebuah pengabdian yang melewati pahit-getir pengalaman hidup, yang membawa mereka pada sebuah pemahaman yang utuh tentang sebuah cinta yang sesungguhnya. Terlintas kemudian ajaran tentang kasih... kasih itu suci, kasih itu murah hati, kasih tidak megahkan diri, kasih tidak mencari keuntungan diri sendiri.... Iya, kasih yang sejati, yang muncul justru ketika kita merasa bahwa tidak ada lagi jalan keluar, ketika semuanya seperti berakhir, ketika berpisah jauh lebih baik daripada bersama...
Tetap, mukjizat datang... dan kasih yang sejati menutupi.

Dan ajaran yang kedua adalah yang datang dari rasa kagum saya akan jiwa yang senantiasa fresh, jiwa yang segar yang tersembunyi dalam atribut seorang lansia berumur 70-an tahun. Saya akan menjadikan Oma tersebut sebagai salah seorang role model saya. Hehe... Saya ingin, kelak ketika anak-cucu saya datang kepada saya, di masa tua saya, saya bukanlah Jessica yang tidak tahu, tapi Jessica yang memberi tahu. Saya ingin dikenang sebagai seorang ibu dan oma yang open-minded, peduli dengan keadaan sekitar saya, meluangkan waktu saya untuk hal-hal yang nilai investasinya tinggi seperti membaca buku, kemudian membagikan pengalaman tersebut kepada keturunan saya, dengan harapan mereka juga tumbuh menjadi orang-orang yang memiliki nilai-nilai idealisme dan integritas, 2 hal yang telah menjadi barang langka dan telah membeku menjadi fosil ditengah terpaan zaman modern ini.

Oma menjauh lagi.... Berjalan kearah rak buku rohani... Si Opa yang sudah capek, mengalah, melepaskan genggamannya. Namun satu yang pasti, tatapannya lekat mengawasi pendamping tercintanya... Saya pun berpaling, berusaha untuk tidak melamun sambil menabrak orang, berjuang mengembalikan konsentrasi saya, melupakan sejenak pengalaman hebat ini, kemudian terus berjalan...

And they live happily ever after....